Danau Setu Cigudeg terletak di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor yang berjarak 42 km dari Kota Bogor kearah barat, melalui Dramaga, Cibungbulang, Leuwiliang dan Sadeng. Danau ini berada tepat dipinggir jalan raya yang menghubungkan Kota Bogor dengan kota-kota lain di Kabupaten Banten, seperti Cipanas, Rangkas Bitung dan Pandeglang.
Danau yang luasnya kurang dari 1,5 hektar ini merupakan danau buatan yang diperkirakan dibangun pada masa pemerintah kolonial Belanda pertengahan abad ke 19 setelah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels selesai membangun Jalan Raya Pos (de Groote Postweg) Anyer-Panarukan pada tahun 1808. Danau ini terbentuk oleh adanya pembangunan Dam/ tanggul sepanjang 300 meter dimana diatasnya dibuat jalan yang menghubungkan kota Bogor (Buitenzorg) dengan Rangkas Bitung dan Pandeglang. Air yang tertampung di danau ini pada saat itu dipergunakan untuk irigasi pesawahan dan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri oleh sebuah pabrik pengolahan teh yang kemudian beralih ke Karet milik pengusaha perkebunan bangsa Belanda yang berada disekitar Cigudeg.
Pada awalnya, danau ini memiliki kedalaman 0,5 sampai 20 meter yang menampung air dari dua buah sumber mata air yang berada disisi sebelah timur dan selatan. Waktu terus berjalan dan usia danau Setu Cigudeg mencapai hampir satu abad lamanya telah menciptakan satu ekositem baru yang terbentuk secara alami dan menciptakan habitat yang lebih baik bagi kehidupan tumbuhan dan binatang air yang ada pada waktu itu, bahkan danau ini sampai sarat dengan berbagai jenis ikan dan udang. Hingga tahun 1942 ekosistem disana sama sekali tidak terganggu.
Pada waktu Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Dunia II, Belanda meninggalkan Cigudeg kemudian ekossistem danau ini mulai terusik, sumberdaya alam berupa ikan dan udang di danau ini mulai diexploitasi oleh masyarakat sekitarnya namun masih bisa bertahan hingga tahun 1965 karena jumlah penduduk masih sangat sedikit .
Tahun 1970 air danau Setu Cigudeg masih nampak jernih walaupun pendangkalan sudah mulai nampak seiring dengan peningkatan jumlah penduduk disekitarnya dan pembukaan hutan disebelah hulu untuk lahan kebun. Seperti halnya ditempat-tempat lain, ledakan penduduk yang tidak terelakan semakin mempersempit area hijau disekitar danau ini bahkan saat ini area pemukiman sudah semakin mendesak ke pinggirannya.
Pada tahun 1990an danau Setu Cigudeg mulai kelihatan terlantar, kewajiban sebagai pemelihara dan pengelolanya menjadi tidak jelas akhirnya setu ini nampak terbengkalai dan ekosistemnya semakin rusak. Pada waktu itu Eceng Gondok yang entah dari mana asalnya, berkembang biak disana sampai menutup hampir seluruh bagian danau. Kemudian sekitar tahun 2005 mulai ada usaha penyelamatan dengan membersihkan tumbuhan Eceng Gondok ini dan tahun berikutnya dilakukan pengerukan dibagian-bagian yang dangkalnya, namun hal ini tidak berdampak apa-apa terhadap pemulihan kondisi perairannya oleh karena pendangkalannya yang sudah sangat parah. Danau Setu Cigudeg kini bernasib sama dengan sebagian besar danau-danau buatan lainnya yang dibangun semasa pemerintahan Hindia Belanda. Mereka terlantar hingga mengalami kerusakan yang sangat berat. Pendangkalan yang terjadi menyebabkan kedalaman danau Setu Cigudeg saat ini maksimal hanya 3 meter dengan kwalitaas air yang sudah sangat buruk. Mustahil kalau ikan-ikan bisa bertahan hidup lebih lama.
Dilain sisi, di sepanjang jalan yang melintasi danau ini sudah dipenuhi bangunan-bangunan yang tidak memperhatikan asal muasal terbentuknya jalan tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan diatas, bahwa jalan ini dibangun diatas dam/ tanggul yang dibuat oleh manusia dengan cara memadatkan tanah urugan. Meskipun sudah ratusan tahun usianya, dapatkah tanah itu menahan beban diatasnya? Tidak mustahil, suatu saat danau ini akan punah atau yang lebih mengerikan lagi akan menimbulkan malapetaka seperti musibah Situ Gintung di Cireundeu, Jakarta Selatan yang tanggulnya jebol bulan Maret tahun 2009 mengakibatkan ratusan rumah hancur dan banyak merenggut nyawa. Tumbuhnya pembangunan disepanjang jalan raya di Setu Cigudeg itu sama persis dengan yang terjadi di Situ Gintung.
Sekarang, tak ada lagi keindahan disana seperti yang pernah bisa dinikmati pada puluhan tahun lalu dimana orang-orang masih bisa berenang bersama ikan-ikan dalam air yang jernih atau pada saat siang hari yang panas bisa berteduh dibawah pohon-pohon beringin dan pohon-pohon kenari yang rindang disekitarnya atau duduk di sore hari diatas rumput dipinggirannya. Danau yang cantik waktu dulu, sekarang nampak sudah menyusut bagaikan seorang nenek renta yang pernah mengalami manis dan pahitnya hidup namun harus tetap bertahan menunggu waktu untuk diselamatkan. Kecantikannya dahulu, kini tinggal kenangan dihati orang-orang yang pernah mengenalnya…… juga didalam hatiku.
LAKE SETU CIGUDDEG
Lake Setu Cigudeg is located in District of Cigudeg, Bogor regency within 42 km from the city of Bogor towards the west, through Dramaga, Cibungbulang, Leuwiliang and Sadeng. The lake is located right alongside the main road connecting the city of Bogor with other towns in the district of Banten, namely Cipanas, Rangkas Bitung and Pandeglang.
The lake is covering an area less than 1.5 hectares is an artificial lake that was built during the Dutch in mid-19th century soon after the Governor General Herman Willem Daendels completed the construction of the Great Post Road (De Groote Postweg) Anyer-Panarukan in 1808. The lake is formed by the construction of Dam / levee along 300 meters on which the road made that connects the city of Bogor (Buitenzorg) with Rangkas Bitung and Pandeglang. The water collected in this lake formerly was used for paddy irrigation and power for his own purposes by a tea processing factory which was then switched to rubber planters owned by the Dutch Enterpreneur.
At first, this lake has a depth of 0.5 to 20 meters which holds water from two springs that are located in the east and south side. Time passed and the age of the lake Setu Cigudeg nearly a century has created new ecosystems that formed naturally and created a better habitat for plants and water animal there at the time, even up to densed and heavily populated with a variety of fish and shrimp. Until 1942, the ecosystem here was kept well undisturbed.
At the time the Dutch East Indies government surrendered to the Japanese in World War II, the Dutch left Cigudeg and then ekossistem in the lake began piqued, natural resources such as fish and shrimp in the lake began exploited by the surrounding community, but can still survive until 1965 since still less population.
In 1970 the lake Setu Cigudeg still clearly visible despite the superficiality already begun to appear along with the increase of population and the surrounding forest clearing upstream adjacent to fields. Like other places, the population explosion is inevitable increased reducing green area around the lake and the community houses developed toward the rim.
In 1990s the lake Setu Cigudeg starting to look neglected, custodians responsibility and Lake management become unclear eventually the Setu is seen abandoned and deteriorating its ecosystems. At that time the Eceng Gondok plants (Eichhornia crassipes) from out of nowhere, had covered almost the whole parts of the lake. Then around 2005 there was the rescue effort started with cleaning the Eceng Gondok plants and the following year dredging of the shallow section, but this does not affect anything on the waters recovery because of badly shallowing.
Lake Setu Cigudeg now suffer the same fate with most other artificial lakes built during the Dutch East Indies. They are neglected to very heavy damage. Silting that occurs causes lake Setu Cigudeg depth is now only 3 meters with a maximum with bad water quality. impossibly that fish can survive longer.
On the other hand, along the road that crosses the lake was filled with buildings that constructed without reffering to the origin of the formation of the soil right there. As noted above, that the road was built over the dam / levee created by humans by compressing the soil. Despite hundreds of years old, it is doubted can support the weight above it?.
No one knows one day the lake will become extinct or a more terrible catastrophe would happened such like havoc in Situ Gintung Cireundeu, South Jakarta burst its banks in March 2009 resulted hundreds of homes were destroyed and many killed. The growth of development along the road at lake Setu Cigudeg is exactly similar to what had happened in lake Situ Gintung.
Now, there is no more beauty out there can be enjoyed like in many years ago where people can still swim with the fish in the clear water or during a hot day can take shelter under the banyan trees and walnut trees shade around it or sitting on the grass in the afternoon on the beach of the lake. The lake that was gorgeous in the past, now seems to have shrunk like an old aged lady who experienced the sweet and bitter life, but must remain in a matter of time to be saved. Her beauty, is only a memory in hearts of hundreds people who ever knew her …… also in my heart.
This was beautifully written. I’m sorry for all the changes in the place where you grew up – it’s the same across the globe in so many places, isn’t it? But some people are paying attention and trying to do better. Where I live now there’s a lot of awareness of nature and man’s effects, and a lot of effort to respect natural systems. It does the heart good to see that, but of course it takes time and it takes awareness and, unfortunately, usually a good deal of money!
LikeLike
Thank you for your good thought. Yet most of Environmetalist in my country work for money! of course when the environment has been damage seriously it costs a lot and people awareness only appeared when they realized we have done things wrong in treating the environment we live.
LikeLike
Such beautiful photos. I envy you.
LikeLike
Thank you 🙂
LikeLike
asssalamualaikum….
LikeLike
waalaikum salaam….
LikeLike
tentangga nyah,,,, aduh… meun ady teu terang …. 🙂
awal na ady ngira bapak teh orang belanda 🙂
LikeLike
Reblogged this on lost creek publishing.
LikeLike
I appreciate for reblogging this post, JKB. Best wishes
LikeLike
assalamu’alaikum, Bapak punten manawi, bumi bapak palih mana? abi geh ti cigudeg, asa meni waas, ningali setu kapungkur, prihatin pak kana setu kirang perhatian ayeuna mah .. izin share nya pak
LikeLike
Waalaykum Salam Warohmatullahi Wabarokatuh, mbak Eka. rorompok bapak kapungkur mah anu sapalih Indomart ayeuna mung ayeuna bapak di Ciawi-Bogor, rorompok dicigudeg kagungan pun biang dihibahkeun ka pun adi. hatur nuhun tina kasumpingan embak ka ieu blog bapak. Mangga wae di share. Seueur murangkalih (ti Cigudeg) ngablog di internet anu ngopy-paste photo2 ti blog bpk tanpa izin – kumaha atuh da pami parantos aya dina tayang internet mah rada sesah nga-protect-na. Mangga tingal di : ABOUT THE CONTENT
LikeLike
Like
LikeLiked by 1 person
thank you for sharing
LikeLiked by 1 person
you are most welcome and thank you for visiting my blog, my dear friend. Best wishes
LikeLiked by 1 person
cigudeg… cigudeg… cigudeg. alhamdulillah bapa tos merhatoskeun dugi k ieu wanci. nepangkeun kapayuneun bapa nu di pihormat mugia salalaswa bapa aya dina rohmat Alloh Swt.
kahartos tur seueur mangfaatna info ti bapa… hatur nuhun pisan. wassalam
LikeLiked by 1 person
Sami-sami Deni. Hatur nuhun parantos kersa sumping di blog bapak nya. karaos pisan piduana, mudah2 an Alloh SWT maparin bagja kahadean sareng pahala anu saageung-ageungna ka Deni. AYRA. 🙂
LikeLike
sangat membantu blognya, keren bisa dapat foto2 sejarah. Saya juga dr Cigudeg, rencananya mau penelitian ttg situ cigudeg.
LikeLiked by 1 person
Terima kasih mbak Ria telah berkunjung kemari. Saya perhatikan saat ini perbaikan terhadap Setu Cigudeg oleh Pemerintah tidak memperhatikan secara seksama, antara lain dari segi teknis sirkulasi airnya. Terutama pada saluran buangannya yang tidak dikembalikan sebagaimana mestinya, padahal pencemarannya semakin tinggi, terutama pada musim hujan.
LikeLike